Minggu, 15 September 2013
Mensyukuri penciptaan bumi...Kompetensi inti
Kompetensi Inti:
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
Kompetensi Dasar
Menghayati keadaan alam semesta beserta isinya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa
Mensyukuri penciptaan bumi tempat kehidupan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Pengasih
Mensyukuri keberadaan diri sebagai warga negara Indonesia dengan pola pikir dan tindak dengan menunjukkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
1. Cakupan Geografi dan keasan alam semesta beserta isinya ciptaan tuhan yang maha kuasa.
Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa cakupan dan peranan geografi itu setidaknya memiliki empat hal, seperti yang dikemukakan dari hasil penelitian UNESCO (1965: 12-35), maupun Lounsbury (1975: 1-6), sebagai berikut:
1. Geografi sebagai suatu sintesis.
Artinya pembahasan geografi itu pada hakikatnya dapat menjawab substansi pertanyaan-pertanyaan tentang; “what, where, when, why, dan how”. Proses studi semacam itu pada hakikatnya adalah suatu sintesis, karena yang menjadi pokok penelaahan mencakup: apanya yang akan ditelaah, di mana adanya, mengapa demikian, bilamana terjadinya, serta bagaimana melaksanakannya
2. Geografi sebagai suatu penelaahan gejala dan relasi keruangan.
Dalam hal ini geografi berperan sebagai pisau analisis terhadap fenomenafenomena baik alamiah maupun insaniah. Selain itu dalam geografi juga berperan sebagai suatu kajian yang menelaah tentang relasi, interaksi, bahkan interdependisinya satu aspek tertentu dengan lainnya.
3. Geografi sebagai disiplin tataguna lahan.
Di sini titik beratnya pada aspek pemanfaatan atau pendayagunaan ruang geografi yang harus makin ditingkatkan. Sebab, pertumbuhan penduduk yang begitu pesat dewasa ini, menuntut peningkatan sarana yang menunjangnya baik menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Perluasan sarana tersebut, seperti tempat pemukiman, jalan raya, bangunan publik, tempat rekreasi, dan sebagainya, semuanya membutuhkan perencanaan yang lebih cermat dan matang.
4. Geografi sebagai bidang ilmu penelitian.
Hal ini dimaksudkan agar dua hal bisa tercapai, yaitu: kesatu; meningkatkan pelaksanaan penelitian ilmiah demi disiplin geogafi itu sendiri yang dinamis sesuai dengan kebutuhan pengembangan ilmu yang makin pesat. Oleh karena itu dalam tataran ini perlu dikembangkan lebih jauh tentang struktur ilmu (menyangkut fakta, konsep, generalisasi, dan teori) dari ilmu yang bersangkutan. Kedua, meningkatkan penelitian praktis untuk kepentingan kehidupan dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia umumnya (Sumaatmadja, 1988: 41).
Dari tinjauan ilmuwan geografi kontemporer, bahwa geografi secara sederhana merupakan disiplin akademik yang terutama berkenaan dengan penguraian dan pemahaman atas perbedaan-perbedaan kewilayahan dalam distribusi lokasi di permukaan bumi. Fokusnya adalah sifat dan saling keterkaitan antara tiga konsep – lingkungan, tata ruang, dan tempat (Johnston, 2000: 403). Kemudian dalam perkembangannya muncul beberapa sub-bidang yang beragam, seperti; geografi fisik, geografi manusia (sosial), dan geografi regional. Geografi fisik dan sosial memiliki cabang-cabang yang sistematis, bergerak dari sifat deskriptif menuju analitis dengan pendekatan positivisme yang menekankan pengujian hipotesis untuk merumuskan hukum-hukum dan derivasi teori kian menonjol. Untuk kajian geografi fisik dan manusia ini akan diuaraikan pada pembahasan selanjutnya. Sedangkan untuk geografi regional yang mempelajari sifat-sifat khusus masing-masing kawasan – yang didefinisikan sebagai wilayah permukaan bumi, yang dibatasi oleh kriteria tertentu – yang secara metodologis adalah lemah.
Geografi sebagai disiplin ilmiah yang hampir selalu ada pada tiap universitas dan lembaga pendidikan, usia ilmu ini secara formal dengan demikian lebih dari satu abad. Sosok akademiknya untuk pertama kalinya dibentuk di Jerman yang secara menyebar ke negara-negara lain, dan dimaksudkan menyediakan sumber informasi yang tertata mengenai tempat-tempat, yang merupakan hal penting dan sering digunakan oleh pemerintah kolonial ketika terjadi konflik (Taylor, 1985). Selain itu georafi juga diperkenalkan sebagai mata pelajaran penting dalam dunia pendidikan formal di berbagai negara, dengan tujuan untuk meningkatkan wawasan dan pengenalan dunia serta sebagai landasan ideologis wawasan nasional (Johnston, 2000: 403).
Dengan berkembangnya universitas sebagai lembaga pendidikan dan penelitian, para ahli geografi berusaha mencari kerangka yang terpadu untuk menegakkan disiplin tersebut. Berbagai definisi mengenai isi dan metode ilmu geografi telah diusulkan untuk maksud ini. Definisi yang paling terkenal dalam bahasa Inggris barangkali adalah yang dikemukakan oleh Harstone dalam Nature of Geography (1939) dan Wooldridge dan East (1958) dala Spirit and Purpose of Geography. Usulan-usulan definisi ini sebagian besar kemudian ditolak, dan perdebatannya terus berlangsung pada tahun 1960-an dan dekade seterusnya. kendati gagasan dari tokoh pendiri disiplin ilmu ini – khususnya Paul Vidal de la Blache (Buttimer, 1971) – tetap menarik perhatian dan mendapat dukungan.
Dengan berbagai alasan, yang sebagian besar berkaitan dengan posisi ilmu ini dalam sistem pendidikan di beberapa negara Eropa dan Amerika khususnya, geografi menjadi disiplin ilmu yang sangat popular di universitas di banyak negara. Hal ini terlihat dari banyaknya mahasiswa maupun banyaknya staf pengajar yang memperdalam bidang kajian tersebut. Di dua benua tersebut sejak tahun 1960-an telah dikembangkan suatu etos universitas modern, yang menitikberatkan pada bidang riset sebagai dasar untuk pengajaran di tingkat sarjana dan hasil riset dijadikan kriteria utama dalam peningkatan karir. Hal ini telah menjadi konteks terjadinya lonjakan hasil riset yang cepat serta banyaknya kegiatan eksperimen untuk mendalami epistemologi, metodologi, serta pokok bahasan alternatif. Dengan demikian geografi menjadi disiplin ilmu yang amat mendasar cakupan pembahasannya dan besifat general termasuk staf pengajarnya yang bersifat umum (Jhonston, 1991).
Sebagaimana sebelumnya telah dikemukakan bahwa dalam geografi terdiri atas tiga cakupan kajian yang saling mengait satu sama lain terutama mencakup; (1) lingkungan, (2) tata ruang, (3) tempat.
1. Lingkungan
Lingkungan ‘alamiah’ pada suatu wilayah terdiri atas permukaan lahan itu sendiri (tidak banyak ahli geografi yang meneliti laut), hidrologi permukaan air di wilayah itu, flora dan fauna yang tinggal di dalamnya, lapisan tanah yang menutupi permukaan itu, dan atmosfir yang terdapat di atasnya. Semua unsur ini terjalin dalam suatu sistem lingkungan yang kompleks ⎯ flora suatu wilayah misalnya mempengaruhi iklim di sekitarnya dan pembentukan serta pengikisan lapisan tanah di bawahnya (Johnston, 2000: 404). Walaupun demikian kebanyakan ahli geografi fisik memfokuskan pada salah satu aspek saja dari lingkungan yang kompleks tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pemahaman mereka terhadap asal-usul dan kesinambungan perubahannya bisa dilakukan secara detil (Gregory: 1985).
Pemokusan ini tercermin dari berbagai sub-disiplin pada geografi fisik, yang sebagian para ahli geografi lebih suka menempatkan dirinya pada satu subdisiplin daripada geografi fisik secara umum. Dalam hal ini, hampir semua subdivisi berkaitan dengan dengan ilmu-ilmu lain, dan sementara ahli geografi fisik mengklaim bahwa lebih memiliki ketertarikan dengan dengan disiplin luar daripada disiplin mereka sendiri (Johnston, 1991).
Beberapa sub-disiplin itu yang terbesar adalah geomorfologi, yakni studi tentang bentuk permukaan tanah dalam berbagai skala ruang dan proses pembentukannya.. Tidak sedikit para ahli geomorfologi menaruh perhatian khusus pada fungsi air sebagai salah satu pembentuk permukaan tanah, sehingga lemudian menjalin hubungan erat dengan hidrologi. Sementara yang lain yang berminat pada pertanahan berhubungan erat dengan pedologi. Di samping itu pengelompokkan yang lebih kecil lagi adalah klimatologi – yang berhubungan dengan meteorologi, dan biogeografi, yang lebih berfokus pada tumbuh-tumbuhan daripada binatang dan dengan demikian lebih banyak kerjasama dengan para ahli ekologi dan botani daripada ahli zoologi (Johnston, 2000: 404).
Kini, umumnya hampir semua ahli geografi bekerja dalam salah satu subdisiplin geografi, namun semakin diakui pula bahwa sangat perlu untuk mempelajari saling keterkaitan antara berbagai sumber kompleksitas lingkungan tersebut. Paling tidak mereka beranggapan bahwa unsur-unsur lingkungan tersebut saling berpengaruh satu sama lain, seperti yang kita pahami sekarang ini bahwa tentang cepatnya perubahan-perubahan lingkungan yang sedemikian rupa. Bagaimana tidak, karena kehadiranran manusia selalu mempengaruhi keadaan bumi, tanah, bahkan atmosfir, apa lagi ketika manusia melakukan proses geomorfologi, hidrologi, biologi, maupun atmosfir, maka dampak-dampak terhadap kemampuan lingkungan jangka pendek dan panjang sangat dirasakan, dan hal ini membutuhkan suatu riset yang multidisipiner serta terkordinasi (Turner, 1990).
Walaupun kajian mengenai lingkungan fisik hampir didominasi menjadi lahan bagi ahli geografi fisik, namun belakangan ini ahli geografi manusia juga mulai menunjukkan perhatian pada lansekap fisik, terutama yang berminat menganalisis fungsi lansekap atau tata ruang sebagai bagian dari kehidupan manusia. Bagi sebagian para ahli geografi manusia, penafsiran terhadap kedudukan lansekap fisik, adalah pusat dari tuntutan kehidupan manusia, dan konsepsi-konsepsi popular mengenai bagaimana ‘bumi bekerja’ (misalnya siklus hidrologis) adalah sumber penting bagi pemahaman geografis. Begitu juga bagi ahli lainnya, konsep alam itu juga merupakan konstruksi sosial. Oleh karena itu interpretasi-interpretasi terhadap dunia fisik merupakan bagian dari superstruktur ideologis manusia yang terintegrasi.
2. Tata Ruang
Sepintas secara implisit telah dikemukakan bahwa, jika para ahli geografi fisik lebih memfokuskan pada lingkungan ’alamiah’, maka untuk geografi manusia lebih memfokuskan pada penempatan dan penggunaan lahan oleh manusia, dan inilah yag dikategorikan tata ruang. Dengan demikian tata ruang merupakan fokus kajian bagi para ahli georafi manusia, hal ini bukan semata-mata karena penggunaan lahan oleh manusia telah sekian dekade menjadi topik yang penuh perhatian, tetapi juga esensi dalam berbagai skala (antara perkotaan dan pedesaan) terdapat hubungan yang erat selain dengan lingkungan fisiknya juga sosialnya.
Sejak tahun 1950-an studi geografi sebagai pengaruh gerakan di Skandinavia yang dilakukan oleh ahli ekonomi dan sosiologi telah mendorong lahirnya perspektif lain dalam geografi manusia yang berfokus pada cara pengorganisasian ruang dalam aktivitas manusia di permukaan bumi ini. Tujuannya untuk menata ulang sisi ilmiah pada disiplin ini untuk mempelajari hukum-hukum yang mengatur perilaku keruangan secara individual maupun polapola keruangan dalam penyebaran artefak-artefaknya (Johnston; 2000: :405). Seperti kita hui bahwa pada mulanya, jarak adalah sebuah rintangan bagi manusia, karena perlu pengorbanan uang, waktu, dan energi khususnya untuk memindahkan barang-barang ketempat lain. Guna efisiensi tersebut, manusia berupaya meminimalkan jarak, mengorganisasikan pemakaian ruang dan sebagainya. Dengan demikian geografi manusia tampil sebagai ‘ilmu mengenai jarak’, di mana jarak adalah konsep kunci yang membedakannya dengan ilmuilmu sosial lain; konsep-konsep ruang ditampilkan sebagai landasan teretis dari disiplin ilmu ini (Johnston, 1991).
Di sini kita berhadapan dengan pembahasan berbagai upaya yang dilakukan untuk mengkodifikasikan pendekatan ini ke dalam geografi manusia sejak tahun 1960-an dan 1970-an sebagai bagian integral yang tak terpisahkan. Tercatat sebagai upaya yang paling sukses dan banyak dikutip tersebut yakni karya Haggett baik melaui tulisannya dalam Locational Analysis in Human Geography (1965) maupun dalam judul yang sama namun telah direvisi dan karya bersama dengan geographer lainnya Cliff dan Frey, dalam Locational Analysis in Human Geography (1978), yang membagi pokok-pokok bahasan disiplin geografi manusia ini menjadi: pola-pola titik - seperti bagunanbangunan peternakan di daerah peratian; pola-pola garis – khususnya jaringan transportasi; pola-pola pergerakkan – seperti aliran di antara berbagai jaringan, orang, barang, dan informasi; variasi bentuk permukaan dalam suatu fenomena yang berkesinambungan – misanya peta kepadatan penduduk dan peta harga tanah di suatu daerah perkotaan; penyebaran dalan tata ruang – seperti penyebaran penyakit dalam suatu jaringan, pelintasan permukaan wilayah. Bahkan hal ini dapat juga untuk teritori, pembagian suatu rung untuk menjadi beberapa ruang kecil lainny – seperti negara, ghetto, maupun perkantoran. Tetapi ada juga yang berusaha mencari konsep-konsep dasar dalam disiplin keruangan ini khususnya bagi Nystuen (1963) dasar-dasar itu adalah konsep tentang arah, jarak, hubungan satu sama lain, dan mungkin juga mengenai batas-batasnya.
Perlu diketahui bahwa sebelum tahun 1960-an, geografi manusia memiliki beberapa sub-bidang penting – seperti geografi sejarah. Namun sampai titik tertentu pembagiannya dilakukan berdasarkan wilayah dan bukan pokok bahasan – artinya ilmu ini dibagi berdasarkan minat praktisi dan belahan dunia tertentu. Hal ini berubah cepat, dan pembagian sektoral menjadi praktik yang lazim dalam disiplin ini. Sub-sub displin menjadi saling bersinggungan dan berpotongan. Menurut Johnston (2000: 406), terdapat empat sub-disiplin yang saling bersinggungan dan berpotongan, yang mencerminkan hubungannya dengannya dengan ilmu sosial lain, yakni:
(1) geografi ekonomi yang bersinggungan dan berpotongan dengan ilmu ekonomi;
(2) geografi sosial yang bersinggungan dan berpotongan dengan sosiologi;
(3) geografi politik yang bersinggungan/berpotongan dengan ilmu politik; dan
(4) geografi kultural yang bersinggungan dan berpotongan dengan antropologi budaya. Dari empat subdisiplin tersebut yang pertama dan kedua tersebut yang paling dominan, yang lainnya lamban. Kecuali di Amerika Serikat jalinan geoografi antropologi juga kuat. Di samping itu juga terdapat sub-divisi kedua berdasarkan pembagian geografi perkotaan dengan pedesaan (di mana geografi pedesaan juga berbeda dengan georafi agrikultural). Geografi perkotaan memiliki sub-divisi lainnya, seperti; geografi sosial perkotaan yang mempelajari segregasi pemukiman kotakota, terpisah dari kajian ekonomi daerah urban. Pada tahun 1970-an.
Sekali lagi sasarannya adalh hukum-hukum keruangan yang berkaitan ativitas-aktitas sosial linnya yang didasarkan pada evaluasi kuantitatif atas hipotesis-hipotesis yang diajukan.Di sini baik geografi fisik maupun manusia menggeser analisis berlandasakan pola kartografi menjadi pola statistik dan mengembangkan model matematiknya. Disiplin tersebut berkembang sangat kuat sejak tahun 1970-an hingga sekarang, termasuk sebagai pendekatan ekonomi politik, pendekatan struktural, dan pendekatan realis terhadap ketidak seimbangan pembangunan yang melahirkan sejumlah ketimpangan-ketimpangan ekonomi serta pergeseran budaya menjadi perlu dikaji kembali dalam pengertian pembanguna perlu diredefinisi dan direvitalisasi.
3. Tempat
Di atas telah dikemukakan bahwa geografi muncul sebagai disiplin akademis tentang tempat-tempat; di dalamnya terdapat kegiatan mengidentikasi interelasi, membanding-bandingkan, serta menampilkan informasi mengenai berbagai bagian dunia. Setelah berkembang lebih jauh, para praktisi memandang perlu untuk lebih mempercanggih metodologi kerja daripada mengumpulkan informasi, memetakan dan membuat katalog: mereka menginginkan kerangka intelektual yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan pengetahuan di samping menyusun informasi. Pada tahun 1930-an determinisme lingkungan contohnya digantikan oleh georafi regional, di mana landasannya adalah sifatsifat khusus masing-masing region/kawasan yang dibatasi oleh criteria-kriteria tertentu, bisaanya dalam skala benua atau sub-benua yang memiliki persamaanpersamaan khusus (Johnston, 2000: 407).
Ternyata gegrafi regional secara metodologis lemah, misalnya dalam mendefinisikan kriteria, cara-cara menentukan batas-batas regional, dan protokolprotokol deskripsinya. Sebagian besar kelemahan ini disebabkan masih melekatnya pengaruh faktor paradigma ‘determinisme lingkungan’, di mana argumen dasarnya adalah bahwa karakteristik fisik permukaan bumi menentukan bagaimana manusia menempati dan melakukan aktitasnya. Argumen tersebut ditentang habis pada tahun 1930-an, dan digantikan oleh geografi regional, yang landasannya bahwa sifat-sifat khusus masing-masing kawasan (yang didefinisikan sebagai permukaan bumi, yang dibatasi oleh kriteria-kriteria tertentu). Dengan demikian tiap ahli geografi menjadi ahli geografi regional untuk wilayah tertentu, yang biasanya berskala benua atau sub-benua Padahal dalam geografi regional lemah secara metodologis, misalnya dalam mendefinisikan kriteria, cara-cara menentukan batas-batas regional, serta protokol-protokol deskriptifnya. Sebagian besar dipengaruhi oleh paradigma determinisme lingkungan.
Hampir semua ahli geografi regional berangkat dari deskripsi-deskripsi lingkungan fisik kewilayahan – sebagai konteks bahkan sebagai determinan ⎯ terhadap pola-pola kehidupan manusia. Namun tidak sedikit bagi sebagian orang, yang berasumsi bahwa geografi regional adalah seni dalam bentuk lanjut yang tujuannya mendeskrisikan variasi-variasi secara akurat dan sifat-sifat wilayah tersebut. Kemudian pendekatan ini juga semakin ditentang pada tahun 1960-an, terutama oleh para ahli geografi yang teriakat pada paradigma ilmu keruangan, yakni ’geografi sebagai disiplin tentang jarak’.
Pendekatan geografi regional dituduh sebagai sekedar metode pengumpul dan penyusun fakta dengan framewark-nya yang kurang jelas, tidak ilmiah, serta kurang memenuhi kriteria sebagai sebuah disiplin ilmu. Akibatnya pendekatan tersebut menjadi goyah dan banyak ahli geografi pindah ke lain pendekatan dengan meninggalkan geografi regional (Johnston, 2000: 407).
Dampak yang paling dirasakan terhadap studi ‘tempat’ atau ‘lokasi’ telah banyak berkurang dari geografi, walaupun pada tahun 1970-telah bangkit kembali kendati dalam bentuk lain. Terutama dalam bentuk ahli geografi sejarah dan kultural yang mencoba mempelajari hukum-hukum pola perilaku manusia. Menurut mereka hukum-hukum tersebut mengatasi kehendak individu dan dengan demikian dapat mengalahkan individualitas, kebudayaan dan pengambilan keputusan (Gregory, 1978; Ley dan Samuel, 1978). Beberapa kecaman yang serupa dialamatkan terhadap beberapa karya geograper Marxis tentang pembangunan yang tidak seimbang, yang mengisyaratkan bahwa proses kapitalisme merupakan determinan struktural yang amat membatasi kebebasan individu untuk beraktivitas. Tidak ada pendekatan geografi regional, baik itu ilmu keruangan maupun strukturalisme Marxis (yang berkaitan berkaitan dengan persepsi ahli geografi tentang dunia empiris yang mengandung banyak sekali variasi budaya, sosial, politik. Dan, tentu saja tidak dapat dipukul rata begitu saja menjadi diterminan ekonomi (Johnston, 2000: 408).
Timbul pandangan alternatif, yang kemudian dikaitkan munculnya nuansa kultural dalam ilmu-ilmu sosial pada tahun 1980-an yang memiliki hubungan dengan sejumlah perkembangan pemikiran baru. Sebagai contoh, meningkatnya gerakan feminisme tidak saja menunjukkann betapa peran wanita telah dimarjinalkan oleh pria pada hampir di semua masyarakat, namu juga menunjukkan bahwa berbagai kelompok dalam masyarakat sesungguhnya memiliki sudut pandang yang berbeda (Rose, 1992). Tidak satupun pandangan bisa dominan, kendati bisa saja salah satu pandangan itu memberi pengaruh akademik atau warna diskursus lainnya (Gregory, 1994). Oleh karena itu dalam kajian akademis geografi buka persamaan yang dijadikan fokus kajiannya, namun perbedaan.
Dalam hal ini, tempat merupakan pusat bagi geografi karena peranannya sebagai faktor pembatas dalam perkembangan manusia, serta mengingat pentingnya tempat sebagai konstruksi dunia (Johnston, 2000: 408). Sebab mengenal siapa dirinya dan orang lain, juga didasarkan pada tempat. Mereka mengembangkan identitas fisik dan sosial-budaya juga dipengaruhi tempat. Tempat merupakan lingkungan pergaulan, diciptakan oleh manusia dalam konteks peresepsi mereka mengenai alam dan sosialnya. Sebagai unsur penting dari tempat, identitas bersifat menentang dari apa yang bukan bagiannya. Dengan demikian salah satu dari bagian definisi mengenai sifat-sifat tempat, adalah perbedaan-perbedaannya. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa geografi secara makro dapat dikelompokkan dalam dua sub-disiplin yakni georafi fisik, dan geografi manusia yang sebagian para ahli menyebutnya sebagai geografi sosial.
Pustaka
Buttimer, A. (1971) Society and Milleu in the French Geographical Tradition, Chicago.
Gregory, D. (1978) Ideology, Science and Human Geography, London: Prentice-Hall.
Gregory, K.J. (1985) The Nature of Psysical Geography, London: Heinemas.
Haggett, P. (1965) Locational Analysis in Human Geography, London: Metuen.
Haring, L., Lloyd, Lounsbury, dan John.F. (1975) Scientific Geographic Research, Iowa: Wm. C. Brown Company Publisher.
Harstshorne, R. (1939) The Nature of Geography: A Critical Survey of Current Thought in the Light of the Past, Lancester, PA.
Johnston, R.J. (1991) A Question of Place: Exploring the Practice of Human Geography, Oxord: Oxford University Press.
Johnston, R.J. (2000a) “Geografi” dalam Adam Kupper & Jessica Kupper, Ed. Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Diterjemahkan Haris Munandar dkk. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 403-411.
Ley, D.F. dan Samuels M.S. (eds) (1978) Humanistic Geography Prospects and Problems,Chicago: Chicago University Press.
Nystuen, J.D. (1963) “Identification of some fundamental spatial concepts, dalam Proceedings of the Michigan Academy of Science, Arts and Letters, 48.
Rose, G (1992) Feminism and Geography: The Limits of Geographical Knowledge, Cambridge, UK.
Sumaatmadja, Nursid (1988) Studi Geografi: Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan, Bandung: Alumni.
Taylor, Peter.J. (1985) The Value of a Geographical Perspective, dalam R.J. Johnston (ed) The Future of Geography, London.
Turner, B.L. et al (eds) (1990) The Earth as Transformed by Human Action: Global and Regional Changes in the Biosphere over the last 300 Years, Cambridge, UK.
Woodridge, S.W. dan East, W.G. (1958) The Spirit and Purpose of Geography 2nd edn, London.
2. PROSES PENCIPTAAN ALAM
A. Ayat-Ayat Al-Qur’an Tentang Penciptaan Alam
1. Surat Al-Anbiya’ ayat 30
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”.
1. Surat Huud ayat 7
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya[1], dan jika kamu Berkata (kepada penduduk Mekah): “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: “Ini[2] tidak lain hanyalah sihir yang nyata”.
1. Surat As-Sajdah ayat 4
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas ‘Arsy[3]. tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at[4]. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”.
1. Surat Adz-Zariyat ayat 47
uä!$uK¡¡9$#ur $yg»oYø‹t^t/ 7‰&‹÷ƒr’Î/ $¯RÎ)ur tbqãèÅ™qßJs9 ÇÍÐÈ
“Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa”.
1. Surat Al-Fushilat ayat 9-12
“Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu dia Berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.”
1. Surat Ath-Thalaq ayat 12
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.”
1. Surat An-Nazi’at ayat 27-33
“Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah Telah membinanya, Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya, Dan dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.”
1. Surat Yunus ayat 3
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, Kemudian dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”
1. Surat Ar-Ra’ad ayat 2
“Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, Kemudian dia bersemayam di atas ‘Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.”
10. Al-Baqarah ayat 29
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.”
11. Al-Isra’ ayat 44
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.”
1. B. Penciptaan Alam Menurut Pandangan Ulama’
2. 1. Al-Anbiya’ ayat 30
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Tafsir Al-Maraghi
Secara umum ayat ini membahas tentang keesaan Allah yang terdapat pada penciptaan langit dan bumi. Allah mencela orang-orang musyrik yang menyembah tuhan-tuhan selain-Nya karena tidak memikirkan tanda-tanda keesaan-Nya yang dipancangkan di dalam alam. Kemudian, Allah mengarahkan perhatian mereka, bahwa mereka tidah patut menyembah berhala dan patung, karena Tuhan yang Kuasa atas seluruh makhluk ini Dialah yang berhak disembah, bukan batu atau pohon yang tidak dapat mengelakkan kemudharatan, tidak pula kuasa mendatangkan manfaat.
Sesuai dengan ayat pertama yang artinya “Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa dahulu langit dan bumi itu berpadu dan saling berhubungan, kemudian Kami memisahkan keduanya dan menghilangkan kesatuannya”. Ahli astonomi dewasa ini juga mengatakan hal yang sama. Mereka menetapkan bahwa matahari adalah bola api yang berotasi (berputar pada sumbunya) selama jutaan tahun. Ditengah-tengah perjalanannya yang cepat, planet kita (bumi) dan planet-planet lain dari garis khatulistiwa matahari terpisah daripadanya dan menjauh. Hingga kini bumi kita tetap berotasi dan berevolusi menurut sistem tertentu, sesuai dengan hukum daya tarik.
Prof. Abbul Hamid, wakil peneropong bintang Kerajaan Mesir (dahulu), mengatakan: Teori modern mengenai lahirnya bumi dan planet-planet (bintang-bintang beredar) lainnya dari matahari, bermula dari dekatnya sebuah bintang besar kepada matahari pada masa yang silam. Lalu, dari permukaannya tertarik timbunan kabut yang tidak lama kemudian terpisah dari matahari dalam bentuk anak panah yang kedua tepinya berhias dan tengahnya dalam. Kemudian timbunan kabut ini menebal di angkasa yang dingin hingga menjadi timbunan-timbunan terpisah, yang kemudian menjadi bumi kita dan planet-planet lainnya.
“dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup” demikian pula dengan air itu, Dia menghidupkan dan menumbuhkan setiap tumbuhan. Qatadah mengatakan: “Kami menciptakan setiap yang tumbuh dari air”. Maka setiap yang tumbuh itu ialah hewan dan tumbuhan. Sebagian kaum cendekia dewasa kini berpendapat bahwa setiap hewan pada mulanya diciptakan di laut. Maka seluruh jenis burung, binatang melata dan binatang darat itu berasal dari laut. Kemudian setelah melalui masa yang sangat panjang, hewan-hewan itu mempunyai karakter sebagai hewan darat, dan menjadi berjenis-jenis. Untuk membuktikan hal itu, mereka mempunyai banyak bukti.
Apakah mereka tidak beriman dengan jalan memikirkan dalil-dalil ini, sehingga mereka mengetahui Pencipta yang tidak ada sesuatu pun menyerupai-Nya, dan mereka meninggalkan jalan kemusyrikan.[5]
Tafsir Ibnu Katsir
Allah Ta’ala berfirman mengingatkan tentang kekuasaan-Nya yang sempurna dan kerajaan-Nya yang agung. “Dan apakah orang-orang yang kafir itu tidak mengetahui”, yaitu orang-orang yang mengingkari kekuasaan Allah. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah adalah Rabb Yang Maha Esa dalam penciptaan lagi bebas dalam penataan, maka bagaimana mungkin Dia layak disekutukan bersama yang lain-Nya? Apakah mereka tidak mengetahui bahwa langit dan bumi dahulunya adalah bersatu? Lalu berpecah-belah, maka langit menjadi tujuh dan bumi menjadi tujuh serta antara langit dan bumi dipisahkan oleh udara, hingga hujan turun dari langit dan tanah pun menumbuhkan tanam-tanaman. Untuk itu Dia berfirman: “Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” yaitu, mereka menyaksikan berbagai makhluk, satu kejadian demi kejadian secara nyata. Semua itu adalah bukti tentang adanya Maha Pencipta yang berbuat secara bebas lagi Maha kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.[6]
Tafsir Al-Mishbah
Berbeda-beda pendapat ulama tentang firman-Nya ini. Ada yang memahaminya dalam arti langit dan bumi tadinya merupakan gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumipun tidak ditumbuhi pepohonan, kemudian Allah membelah langit dan bumi dengan jalan menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di bumi. Ada lagi yang berpendapat bahwa bumi dan langit tadinya merupakan sesuatu yang utuh tidak terpisah, kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi tetap ditempatnya berada dibawah lalu memisahkan keduanya dengan udara.
Ayat ini dipahami oleh sementara ilmuan sebagai salah satu mukjizat Al-qur’an yang mengungkap peristiwa penciptaan planet-planet. Banyak teori ilmiah yang dikemukakan oleh para pakar dengan bukti-bukti yang cukup kuat, yang menyatakan bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan atau yang diistilahan oleh ayat ini dengan ratqan. Lalu gumpalan itu berpisah sehingga terjadilah pemisahan antar bumi dan langit. [7]
Tafsir Jalalain
Menurut Tafsir Jalalain, apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasannya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah sesuatu yang padu. Kemudian Allah telah menjadikan langit tujuh lapis dan bumi tujuh lapis pula. Kemudian langit itu dibuka sehingga dapat menurunkan hujan yang sebelumnya tidak dapat menurunkan hujan. Kami buka pula bumi itu sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, yang sebelumnya tidak dapat menumbuhkannya.
“Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Maksudnya airlah yang menjadi penyebab bagi seluruh kehidupan baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Namun mengapalah orang-orang kafir tiada juga beriman terhadap keesaan Allah.[8]
1. 2. Adz-Zariyat ayat 47
“Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar meluaskannya.”
Tafsir Al-Maraghi
اَلْاَيْدِ – Al-Aidi : Kekuatan
لَمُوْسِعُوْنَ – Lamusi’un : Benar-benar mempunyai kemampuan untuk menciptakan langit dan menciptakan lainnya. Berasal dari kata Al-Wus’u yang berarti tenaga.
Secara umum, setelah Allah SWT memasukkan terjadinya penghimpunan dan memberikan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa penghimpunan itu pasti terjadi tanpa diragukan lagi, maka Allah menunjukkan keesaan dan kebesaran kekuasaan-Nya. Diterangkan bahwa Allah telah menciptakan langit tanpa tiang, dan menghamparkan serta membentangkan bumi ini supaya bisa didiami oleh manusia maupun binatang, dan Dia telah menciptakan pula masing-masing jenis binatang sejodoh-sejodoh, jantan atau betina, supaya kebaradaan segala jenis binatang tetap berlangsung sampai dengan kebinasaan alam ini, sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Dan sesungguhnya Allah telah membangun langit dengan kemampuan-Nya yang mengagumkan dan kekuasaan Yang Maha Besar. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuasa untuk melakukan hal itu tanpa mengalami keletihan maupun kepayahan. Pernyataan ini merupakan sindiran terhadap kaum Yahudi yang mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari. Lalu beristirahat pada hari ketujuh dengan berbaring di atas ‘Arsy.[9]
Tafsir Ibnu Katsir
Menurut Tafsir Ibnu Katsir, dalam ayat ini Allah berfirman seraya mengingatkan penciptaan alam uluwwi (bagian atas) dan alam sufli (bagian bawah). Allah telah menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara dan tinggi dengan kekuatan-Nya. Demikian itu dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah Ats-Tsauri dll. dan Allah juga yang telah menjadikan seluruh penjurunya luas, kemudian Kami meninggikan tanpa menggunakan tiang, sehingga ia menggantung sebagaimana adanya.[10]
Tafsir Al-Mishbah
Dan langit itu kami bangun yaitu ciptakan dengan kekuasaan (kami) yang Maha Dahsyat atau berdasar nikmat Kami yang melimpah dan Sesungguhnya kami benar-benar Maha Luas dalam kekuasaan kami tanpa ada sesuatupun yang menghalangi.
Ayat 47 ini, mengisyaratkan beberapa rahasia ilmiah. Diantaranya bahwa Allah SWT menciptakan alam yang luas ini dengan kekuasaanNya. Dia maha kuasa atas segala sesuatu. Kata sama’ (langit) pada ayat tersebut dimaksudkan sebagai segala sesuatu yang ada disekitar benda-benda langit seperti plenet, bintang, tata surya dan galaksi juga disebut langit. Bagian alam raya yang terlihat ini amatlah luas, tak terbayangkan dan tak terbatas, sebab jaraknya bisa mencapai jutaan tahun cahaya. Menurut ilmu pengetahuan modern, satu tahun cahaya berarti jarak yang dilalui cahaya dengan kecepatan 300.000 km/s. Frase “Wa Inna Lamusi’un” sesungguhnya kami benar-benar maha meluaskan. Artinya, Kami meluaskan alam tersebut yang berlangsung sepanjang masa. Ini juga telah ditemukan dalam ilmu pengetahuan modern yang dikenal dengan teori ekspansi. Menurut teori tersebut, nebula di luar galaksi tempat kita tinggal menjauh dari kita dengan kecepatan yang berbeda-beda. Bahkan banda-benda langit dalam satu galaksi pun saling menjauh satu sama lainnya.[11]
Tafsir Jalalain
Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dengan kekuatan kami. dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa dikatakan adar rajulu ya-idu qawiyyu artinya lelaki itu menjadi kuat. Dikatakan awsa’ar rajulu, artinya ia menjadi orang yang memiliki pengaruh dan kekuatan.[12]
Al-Fussilat ayat 9-12
“Katakanlah: “Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.”
Tafsir Al-Maraghi
Setelah Allah menyuruh Rasul-Nya agar berkata kepada orang-orang musyrik: Sesungguhnya apa yang aku terima lewat wakyu ialah, bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka murnikanlah untuk-Nya ibadahmu, lalu dilanjutkan dengan keterangan yang menunjukkan atas kesempurnaan kekuasaan dan hikmah-Nya daam menciptakan langit dan bumi pada tahapan tahapan yang berbeda-beda secara berurut-urut,dan Bahwa Dia telah menyempurnakan bagi masing-masing langit itu hal-hal yang mereka siap melaksanakannya, dan Dia menghiasi langit dengan bintang-bintang dan planet-planet, baik yang tetap maupun yang berlayar. Dan itu tidak mengherankan, karena itu semua adalah ketentuan dari Tuhan Yang Maha Perkasa, Yang Maha Menang atas urusan-Nya, lagi Maha Mengetahui atas segala sesuatu yang ada dilangit maupun dibumi, tidak ada sesuatupun pada keduanya yang tersembunyi bagi Allah. Maka, kamu mudah saja menganggap patung-patung dan berhala-berhala sebagai sekutu-sekutu Allah, padahal patung-patung dan berhala-berhala itu tidak mempunyai sati andil pun dalam menciptakan dan menakdirkan langit dan bumi.
Tuhan yang telah menciptakan bumi dalam dua tahapan itu, yakni setahap dimana Dia menciptakan bumi itu padat setelah asalnya merupakan bola gas, dan tahapan berikutnya Dia menjadikan bumi itu menjadi 26 lapisan dalam 6 periode, sebagaimana diterangkan oleh para ahli geologi. Itulah Tuhan alam semesta, bukan semata-mata Tuhan bumi saja. Karena Dia-lah yang mengasuh makhluk seluruhnya. Jika Allah yang menciptakan bumi dalam dua tahap, maka Dialah yang mengetahui berapa bilangannya. Maka, bagaimanakah sesuatu dari makhluk-makhluk itu bisa menjadi tandingan dan sekutu bagi Allah.
Dan Dia menjadikan pada bumi itu gunung-gunung yang kokoh yang menjulang tinggi di atasnya, sedang pokoknya ada dalam tanah yaitu lapisan batu api. Dari lapisan inilah gunung-gunung muncul. Jadi, gunung-gunung itu pangkalnya jauh ada di dalam tanah, sama melewati semua lapisan hingga sampai ke lapisan yang pertama, yaitu lapisan batu api yang sekiranya tidak ada lapisan ini maka bumi ini takkan menjadi tanah dan tak bisa menjadi tempat tinggal.
Jadi bumi kita ini sebenarnya merupakan bola api yang dibungkus dengan lapisan batu api, kemudian di atasnya terdapat lapisan-lapisan yang lebih lembut, dan disanalah terbentuknya binatang dan tumbuh-tumbuhan setelah melewati masa yang panjang. Gunung-gunung itu merupakan tonjolan-tonjolan yang muncul dari lapisan batu api tersebut, lalu menjulang tinggi di atasnya puluhan ribu kilometer, dan menjadi gudang-gudang air dan bahan-bahan mineral, di samping sebagai rambu-rambu jalan serta pengendali udara dan awan.
Dan Allah menjadikan gunung-gunung itu penuh berkah dengan banyaknya kekayaan di sana karena Allah menciptakan disana bahan-bahan yang bermanfaat. Artinya, bahwa Allah menciptakan gunung-gunung dibumi sebagai pangkal aliran sungai dan gudang bahan-bahan mineral.
Sesungguhnya penciptaan bumi da dijadikannya gunung-gunung padanya dalam dua tahapan, sedang dijadikannya kekayaan-kakayaan bumi yang banyak dan ditentukannnya kadar bahan makanan disana adalah dalam dua tahapan pula. Jadi, seluruhnya dalam 4 tahapan. [ tû,Î#ͬ!$¡¡=Ïj9ä!#uqy™ : Dalam 4 tahapan yang sempurna sesuai dengan yang dikehendaki oleh pencari bahan makan dan apa saja yang membutuhkannya. Yaitu segala binatang yang ada di atas permukaan bumi, sebagaimana Allah firmankan:
“Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadanya. setiap waktu dia dalam kesibukan”.[13]
Jadi manussia dan binatang seluruhnya meminta kepada Tuhan mereka apa yang mereka butuhkan. Dan oleh karena manusia memperhatikan keadaan bumi yang ada di sekelilingnya, maka penyebutan tentang bumi didahulukan, dan Allah terangkan bahwa bumi dengan segala yang ada di atas permukaannya telah Allah ciptakan dalam 4 tahapan: satu tahap untuk memadatkan materi bumi setelah asalnya berupa gas, dan setahap lagi untuk menyempurnakan lapisan-lapisan bumi selebihnya, setahap lagi untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan setahap lagi untuk pembentukan binatang.
Penciptaan bumi langit ini tidaklah hanya dalam satu tahap saja, tetapi dalam beberapa tahap sesuai dengan hikmat dan urutan. Sedang sebagai kitab suci, maka Al-Qur’an cukup mengatakan bahwa Allah telah menciptakan bumi dalam dua tahapan sedang menciptakan apa-apa yang ada di atasnya dalam dua tahapan pula, dan begitu pula dalam menciptakan tujuh langit.[14]
Tafsir Ibnu Katsir
Berdasarkan penafsiran Ibnu Katsir ayat 9 merupakan bentuk pengingkaran Allah terhadap orang-orang musyrik yang menyembah selain-Nya, padahal Dia-lah Yang Maha pencipta, Maha memaksa dan Maha menguasai segala sesuatu. Ayat ini mengandung rincian tentang firman Allah Ta’ala:
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari.”(QS. Huud: 7). Maka, di dalam ayat ini dirinci apa yang berkenaan khusus dengan bumi dan langit. Dia menyebutkan bahwa pertama kali Dia menciptakan bumi. Karena bumi sebagai asas (pondasi). Persoalan pokok selalu dimulai dengan asas, baru kemudian atap. Dan Allah menciptakan bumi ini dalam dua hari yaitu hari Ahad dan Senin.
Dalam ayat 10 dijelaskan bahwa Allah telah menciptakan gunung-gunung yang kokoh dan menjadikan bumi penuh dengan berkah yang siap menerima kebaikan, bibit dan tanam-tanaman. Dan Dia telah menentukan apa-apa yang dibutuhkan oleh penghuninya, berupa berbagai rizki dan tempat-tempat yang dapat ditanami dan diolah. Hal tersebut terjadi pada hari Selasa dan Rabu, sehingga kedua hari tersebut dengan dua hari sebelumnya menjadi empat hari. Hal ini dapat menjadi jawaban bagi orang-orang yang bertanya.
Ayat 11 yaitu menuju pada penciptaan langit yang masih berupa asap yaitu asap air yang mengepul katika bumi diciptakan. Kemudian Allah menanyakan kepada langit dan bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati” Artinya, patuhilah perintah-perintah Allah dengan suka hati atau terpaksa.
Pada ayat 12, Dia telah menjadikan tujuh langit dalam dua masa, yaitu masa terakhir, hari Kamis dan hari Jum’at. Kemudian Dia tetapkan ketentuan pada setiap langit apa yang diperlukan, berupa para malaikat dan makhluk-makhluk lain yang tidak diketahui kecuali oleh Allah. Serta menghiasi langit dengan bintang-bintang yang bersinar terang di atas bumi. “Dan Kami memeliharanya”. Yaitu, menghalangi syaitan-syaitan dari mendengarkan berita alam atas (langit).[15]
Tafsir Al-Mishbah
Dalam ayat 9 dan 10 berisikan proses penciptaan bumi serta memperindahnya dengan gunung-gunung yang kukuh agar bumi yang terus beredar itu tidak oleng. Dan Allah juga melimpahkan aneka kebajikan sehingga bumi dapat berfungsi sebaik mungkin dan dapat menjadi tempat hunian yang nyaman buat manusia dan hewan. Semua itu terlaksana dalam waktu empat hari yang terbagi secara adil yakni dua hari penciptaan bumi dan dua hari sisanya buat pemberkahan dan penyiapan makanan bagi para penghuninya.
Pada ayat 11 dan 12 yaitu pada proses penciptaan langit yang masih berupa dukhan atau asap. Para ilmuan memahami kata dukhan dalam arti satu benda yang terdiri pada umumnya dari gas yang mengandung benda-benda yang sangat kecil namun kukuh. Berwarna hitam atau gelap dan mengandung panas. Sedangkan menurut tafsir ini bahwa sebelum terbentuknya bintang-bintang ada sesuatu yang angkasa raya dipenuhi oleh gas dan asap, dan bahan inilah terbentuk bintang-bintang. Hingga kini, sebagian dari gas dan asap itu masih tersisa dan tersebar diangkasa raya.
Ayat-ayat Al-Qur’an melukiskan adanya enam hari atau periode bagi penciptaan alam raya. Periode dukhan ini menurut ilmuan adalah periode ketiga yang didahului oleh periode kedua yaitu masa terjadinya ledakan dahsyat “Big Bang” dan inilah yang mengakibatkan terjadinya asap itu. Pada periode dukhan inilah tercipta unsur-unsur pembentukan langit yang terjadi melalui gas Hidrogen dan Helium. Pada periode pertama, langit dan bumi merupakan gumpalan yang menyatu yang dilukiskan oleh Al-Qur’an dengan nama ar-ratq. Periode pertama dan kedua itu diisyaratkan oleh QS. Al-Anbiya’ ayat 30.[16]
Tafsir Jalalain
Menurut Tafsir Jalalain, Allah telah menciptakan bumi dalam dua hari yaitu hari Ahad dan hari Senin. Dan Dia telah menjadikan gunung-gunung yang kokoh dan kuat denga air yang banyak dan tanam-tanaman serta pohon-pohon yang banyak pula. Dan Allah telah enetapkan kadar-kadar makanan bagi manusia dan fauna. Sesungguhnya masa penciptaan selama empat hari adalah masa yang paling sempurna. Hal ini dijadikannya pada hari Selasa dan rabu.
Kemudian menuju pada penciptaan langit yang masih berupa asap yang membumbung tinggi. Allah menciptakan langit dalam dua hari yaitu hari Kamis dan Jum’at. Dan pada hari itu juga diciptakan Nabi Adam dan sesuai dengan makna ayat ini, yaitu ayat-ayat tentang penciptaan langit dan bumi dalam enam hari. Dan Dia perintahkan kepada penduduk yang ada di dalamnya, yaitu taat dan beribadah kepada-Nya. Kemudian dihiasilah langit bintang-bintang yang cemerlang. Dan Allah telah menjaganya dengan meteor-meteor dari setan-setan yang mau mencuri-curi pembicaraan para malaikat. Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa di dalam kerajaan-Nya.[17]
1. C. Penciptaan Alam dalam Pandangan Sains Modern
Alam semesta merupakan ruang kosong mahaluas tanpa batas, tanpa sinar terang, tanpa gaya apapun, tanpa gravitasi apapun, tidak ada pengertian atas dan abwah, juga tidak ada pengertian utara-selatan, timur dan barat,[18] yang di dalamnya berisi 1 miliar galaksi dan tiap-tiap galaksi terdiri dari 100 miliar bintang, dimana tiap-tipa bintang adalah matahari dengan tata suryanya sendiri-sendiri.
Pandangan mengenai asal-usul alam mulai dapat dikoreksi dari berbagai pemikiran para saintis berabad-abad yang lalu. Dalam era fisika klasik (abad XVII-XVIII), Isaac Newton menggagas bahwa alam semesta ini bersifat statis. tidak berubah status totalitasnya dari waktu tak terhingga lamanya yang telah lampau, sampai waktu tak terhingga lamanya yang akan datang. Gagasan tentang alam tersebut secara tidak langsung menggambarkan bahwa alam tak berawal dan tak berakhir, atau dengan kata lain, alam ada tanpa adanya proses penciptaan.[19]
Pandangan klasik Newton ini didasarkan pada pengalaman para fisikawan di laboratorium, bahwa materi itu bersifat kekal. Pandangan ini kemudian dikukuhkan oleh Lavoisier pada akhir abad XVIII dengan “Hukum Kekekalan Materi”. Pandangan bahwa alam ini kekal, kemudian dikenal sebagai Pandangan Klasik Newtonian.
Awal abad XX, muncullah Albert Einstein, yang berusaha melukiskan bahwa alam benar-benar statis dalam bentuk rumus matematika yang rumit. Namun, Friedman menyatakan bahwa rumusan Einstein itu justru menggambarkan bahwa alam ini dinamis dan hal inilah yang tepat sehingga dikenal sebagai Model Friedman tentang alam.
Dari gagasan-gagasan di atas, maka lahirlah konsepsi, bahwa sekitar 15 miliar tahun yang lampau di dalam ruang kosong luas tanpa batas terdapat sebongkah besar inti atom padat meledak sangat dahsyat melepaskan zat hydrogen ke segala arah menjadi galaksi-galaksi bintang, dengan proses pembentukan atom yang lebih berat, sehingga di bumi kita ini terdapat 106 unsur atom. Dan kini sisa energi ledakan itu mengakibatkan materi alam (galaksi-galaksi) saling menjauh. Gagasan mengenai asal-usul alam ini kemudian dikenal sebagai Teori Big Bang.
Teori Big Bang didukung oleh beberapa penemuan mutakhir. Pertama, penemuan Edwin Powell Hubble, astronom kebangsaan Amerika Serikat di observatorium California Mount Wilson thn 1924. ketika Hubble mengamati bintang-bintang diangkasa Melalui teleskop raksasanya, ia mendapati spectrum cahaya merah diujung bintang-bintang tersebut.[20] Menurut teori fisika yang sudah diakui, spectrum cahaya berkelap-kelip yang bergerak yang menjauhi tempat observasi cenderung mendekati warna merah. Pengamatan tersebut memberi kesimpualan bahwa berbagai galaksi saling menjauh dengan kecepatan sampai beberapa ribu kilometer per detik. Hal ini berarti bahwa alam sedang berekspansi (meluas/melebar) atau dikatakan bahwa alam bersifat dinamis.
Kedua, hasil hitungan cermat Albert Einstin yang menyimpulkan bahwa alam semesta dinamis, tidak statis artinya alam semesta terus berkembang. Meskipun pada mulanya terimbas gagasan bahwa alam itu statis, lalu mengembangkan formula matematisnyanya dan berusaha melukiskan bahwa alam benar-benar statis, namun hal itu justru menggambarkan bahwa alam itu dinamis.
Ketiga, pada tahun 1948, George Gamov berpendapat bahwa setelah ledakan dahsyat ini akan ada radiasi yang tersebar merata dan melimpah di alam semesta, radiasi tersebut dinamai radiasi kosmos. Hal ini ditemukan oleh Arno Penzias dan Robert Wilson pada tahun 1965 keduanya mendapat hadiah nobel dari penemuan tersebut Penemuan ini semakin menguatkan bahwa alam semesta terbentuk dari sebuah ledakan dahsyat.[21]
Keempat, adanya jumlah unsur hydrogen dan helium di alam semesta yang sesuai dengan perhitungan konsentrasi hydrogen-helium merupakan sisa dari ledakan dahsyat tersebut. Kalau saja alam ini tetap dan abadi maka hydrogen di alam semesta telah habis berubah menjadi helium.
Gagasan teori Big Bang itu didasarkan juga bahwa galaksi-galaksi yang saling menjauh itu, kurang lebih seragam di seluruh jagad raya. Ahli Fisika George Gamow menganalogikan tentang efek perluasan tersebut sepeti sebuah balon yang menggembung. Kalau kita meniup sebuah balon yang diberi bintik-bintik, maka seluruh bintik itu akan terlihat saling menjauh.
Kini, peristiwa Big Bang yang ditengarai menandai dimulainya penciptaan alam semesta itu bukan hanya sekedar “teori”, tetapi sudah menjadi “keyakinan ilmiah” para ilmuan. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa galaksi-galaksi saling menjauh dengan kecepatan kira-kira 32 kilometer/ detik untuk setiap jarak satu juta tahun cahaya, maka dapatlah diperhitungkan bahwa alam semesta ini tercipta dengan proses Big Bang antara 15-20 milyar tahun yang lalu.
1. D. Hubungan Penciptaan Alam dalam Pandangan Islam dan Sains Modern
Diantara segi kemukjizatan Al-Qur’an adalah adanya beberapa petunjuk yang detail mengenai ilmu pengetahuan umum yang telah ditemukan terlebih dahulu dalam Al-Qur’an sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. Penciptaan alam berdasarkan konsep Islam dan Sains modern ternyata memiliki hubungan, dan dari beberapa hasil observasi kosmolog ternyata banyak yang sesuai dengan beberapa firman Allah SWT, antara lain sebagai berikut:
1. Surat al-Anbiya’ ayat 30
”Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahakan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman?”
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa alam semesta sebelum dipisahkan Allah merupakan sesuatu yang padu. Sesuatu yang padu itulah yang oleh kosmolog disebut dengan titik singularitas. Sedangkan yang dimaksud pemisahan ialah ledakan singularitas dengan sangat dahsyat, yang kemudian menjadi alam semesta yang terhampar.[22]
Selanjutnya, dikatakan bahwa segala kehidupan itu berasal dari air. Tiga ahli kosmologi dan astronomi, yaitu Georges Lamaitre, George Gamow, dan Stephen Hawking menjelaskan bahwa atom-atom yang tebentuk sejak peristiwa Big Bang adalah atom Hidrogen (H) dan Helium (He). Adapun air terdiri dari atom hidrogen dan oksigen (H2O), artinya, sejak tahun 1400 tahun silam Al-Qur’an telah menyebutkannya jauh sebelum tiga pakar tersebut mengemukakan teorinya.[23]
2. Surat Az-Zariyat ayat 47
(Artinya) “Dan langit kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.”
Menurut Baiquni yang dimaksud Banayna bi’abidin oleh ayat ini adalah ketika ledakan besar terjadi dan inflasi melandanya sehingga beberapa dimensinya menjadi terbentang. Sedangkan yang dimaksud dengan inna lamusi’un, adalah Tuhan yang membuat kosmos berekspansi. Pernyataaan ini diperkuat oleh maksud lafal yang terpakai, yakni isim al-fa’il, active participle yang menunjukkan bersifat tetap dan permanen seperti yang dikemukakan sebelumnya. Hal ini berarti ekspansi alam berlangsung sejak ledakan besar sampai seterusnya.[24]
Kata musi’un dalam bahasa arab sangatlah tepat diterjemahkan sebagai “meluaskan” atau “mengembangkan” yang sesuai dengan penjelasan sains masa kini bahwa alam semesta memang meluas atau mengembang. Stephen Hawking, dalam A Brief History of Time (1980), mengatakan bahwa penemuan bukti mengembangkannya alam semesta merupakan salah satu revolusi terbesar dalam ilmu pengetahuan abad ke-20. Berdasarkan teori Bing Bang yang telah diterima, alam semesta terbentuk sekitar 13,7 miliar tahun lalu dan terus mengembang sejak saat itu. Pakar-pakar Astronomi mengenali empat model grafik alam semesta di masa akan datang, yaitu accelerating expansion (pengembangan yang bertambah cepat), open universe (alam semesta terbuka), flat unirvese (alam semesta datar), dan closed universe (alam semesta tertutup). Model closed universe menjelaskan bahwa suatu saat alam semesta akan mengerut.[25]
1. Surat Al-Fusilat ayat 11
(Artinya) “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan ruang alam (al-sama’) dan ruang alam (al-sama’) ketika penuh embunan (dukhan), lalu Dia berkata kepada ruang alam (al-sama’) dan kepada materi (al-ardh): “Datanglah kamu keduanya menurut perintahKu dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab:”Kami datang dengan suka hati.”
Sehubungan dengan tidak adanya Al-Qur’an menjelaskan apa sesungguhnya yang dimaksud dengan kata dukhan, karena itu beberapa referensi berusaha menafsirkan kata ini sedemikian rupa. Bucaille memahami kata ini sebagai asap yang terdiri dari stratum (lapisan) gas dengan bagian-bagian yang kecil yang mungkin memasuki tahap keadaan keras atau cair dan dalam suhu rendah atau tinggi. Ibnu Katsir menafsirkan dengan sejenis uap air. Al-Raghib melukiskan kehalusan dan keringanan sifat dukhan. Menurut Hanafy Ahmad, karena sifat sedemikian, Ia dapat mengalir dan beterbangan di udara seperti mengalir dan beterbangan al-sahab.[26]
Agar tidak terjadi kekeliruan dalam menangkap maksud kata dukhan yang dihubungkan dengan proses penciptaan alam semesta, maka seharusnya kata ini dipahami dengan hasil temuan sains yang telah dihandalkan kebenarannya secara empiris. Tentu saja merupakan suatu kesalahan bagi yang mengatakan bahwa ruang alam (al-sama’) berasal dari materi sejenis dukhan. Berdasarkan dalam surat Al-Fusilat ayat 11, dukhan tidak menunjukkan suatu materi asal ruang alam (al-sama’), akan tetapi ia menjelaskan tentang bentuk alam semesta ketika berlangsungnya fase awal penciptaannya. Hal ini diperkuat dengan hasil temuan ilmuwan bahwa pada suatu ketika dalam penciptaan terjadinya ekspansi yang sangat cepat sehingga timbul “kondensasi” proses dimana pemuaian dan gas kehilangan panas dan akan berubah bentuk menjadi cair. Saat pemuaian dan gas naik ke tempat lebih tinggi, temperatur udara lingkungan sekitar akan semakin turun menyebabkan terjadinya proses kondensasi dan kembali ke bentuk cair dan energi berubah menjadi materi.
Sebagaimana dukhan, Al-Qur’an juga menunjukkan bahwa zat alir atau sop kosmos (al-ma’) telah ada sebagai salah satu kondisi terwujudnya alam semesta. Dengan kata lain, sebelum alam semesta terbentuk seperti sekarang, ia mengalami bentuk atau sifat semacam zat alir atau sop kosmos.
KESIMPULAN
1. 1. Proses penciptaan Alam dimulai dari penyatuan antara ruang alam dan materi dari sesuatu yang padu (Al-Anbiya’ ayat 30) kemudian terjadi pemisahan oleh allah dengan mengalami proses transisi membentuk dukhan. Setelah itu ruang alam melebar, meluas, dan memuai (Adz-Zariyat ayat 47). Proses penciptaan alam berlangsung selama enam periode, dimana empat periode penciptaan bumi dan dua periode penciptaan langit (Al-Fushilat ayat 9-12).
2. 2. Penciptaan alam dalam pandangan kosmologi modern, secara kronologis alam tercipta bermula dari ruang kosong, kemudian inti atom padat meledak, lalu menjadi galaksi, dan menjadi bintang-bintang dengan tata suryanya sendiri-sendiri.
3. 3. Hubungan antara penciptaan alam dalam pandangan islam dan sains modern adalah bersesuaian. Keduanya sama sekali tidak bertentangan sehingga adanya sains modern dapat mengungkap rahasia proses penciptaan alam yang terdapat dalam Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-Suyuti. 2008. Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. 1989. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV Toha Putra.
As Shouwy, Ahmad. 1997. Mukjizat Al-Qur’an dan As-Sunnah Tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta: Gema Insani Pers.
Peters, Ted, dkk. 2002. Tuhan, Alam, Manusia perspektif Sains dan Agama. Bandung: Mizan.
Purwadi, Agus. 2002. Kosmologi Haqqiyyah. Malang: UMM Press.
Shihab, M. Quiaish. 2002. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Sudarmojo, Agus haryo.2008. Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Syaikh, Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu. 2005. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Wisoyo, Jenal. 2008. Awal Mula Alam Semesta. Yogyakarta: Narasi.
Yunus, Rosman, dkk. 2006. Teori Darwin dalam Pandangan Sains dan Islam. Jakarta: Gema Insani.
Zar, Sirajuddin. 1994. Konsep Penciptaan Alam Dalam Pemikiran Islam, Sains dan Al-Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
________________________________________
[1] Maksudnya: Allah menjadikan langit dan bumi untuk tempat berdiam makhluk-Nya serta tempat berusaha dan beramal, agar nyata di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.
[2] maksud mereka mengatakan bahwa kebangkitan nanti sama dengan sihir ialah kebangkitan itu tidak ada sebagaimana sihir itu adalah khayalan belaka. menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan kata Ini ialah Al Quran ada pula yang menafsirkan dengan hari berbangkit.
[3] bersemayam di atas ‘Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan kebesaran Allah dan kesucian-Nya.
[4] Syafa’at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa’at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa’at bagi orang-orang kafir.
[5] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra), 1989, Hlm. 37-41.
[6] DR. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i), 2005, hlm. 446-448.
[7] M. Quiaish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati), 2002, hlm 442-445.
[8] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008, hlm. 126-127.
[9] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra), 1989, Hlm. 15-17.
[10] DR. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i), 2005, hlm. 543-544.
[11] M. Quiaish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati), 2002, hlm. 350-352.
[12] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008, hlm. 931.
[13]Maksudnya: Allah senantiasa dalam keadaan Menciptakan, menghidupkan, mematikan, Memelihara, memberi rezki dan lain lain.
[14] Ahmad Mushthafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, (Semarang: CV. Toha Putra), 1989, Hlm……….
[15] DR. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9, (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i), 2005, hlm. 197-200.
[16] M. Quiaish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati), 2002, hlm. 381-390.
[17] Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul Jilid 2, (Bandung: Sinar Baru Algensindo), 2008, hlm. 737-739.
[18]Jenal Wisaya, Awal Mula Alam Semesta, (Yogyakarta: Narasi, 2008), hlm. 3.
[19] Agus Purwadi, Kosmologi Haqqiyyah, (Malang: UMM Press, 2002), hlm. 88.
[20]Ibid, hlm. 89.
[21] Drs. Rosman Yunus, M.A. Ed, dkk, Teori Darwin dalam Pandangan Sains dan Islam, (Jakarta: Gema Insani), 2006, hlm 8-10.
[22]Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Isalam, Sains dan Al-Qur’an. (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1994), hlm.148.
[23]Agus Haryo Sudarmojo, Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an. (Bandung: Pt Mizan Pustaka, 2008), hlm. 10.
[24]Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Isalam, Sains dan Al-Qur’an. (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1994), hlm.148.
[25]Agus Haryo Sudarmojo, Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an. (Bandung: Pt Mizan Pustaka, 2008), hlm. 13-14.
[26]Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Isalam, Sains dan Al-Qur’an. (Jakarta: PT Grafindo Persada, 1994), hlm. 136-137.
[27]Ibid, hlm. 137.
[28]Ibid, hlm. 137-138
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
nama :fany afrilia andini
BalasHapusno :10
kelas :x ips 2